Sabtu, 20 Februari 2016

Haruskah Aku (lanjutan)

     Sedang berdo`a, Budi dikagetkan dengan kata kata “Inalillahiwainailaihiraji`un, bapak !” yang keluar dari mulut ibunya dengan begitu kencang. Mendengar seperti itu budi merasa ada yang tidak beres. Iya segera berlari keluar kamar menuju ruang tamu dengan masih menggunakan baju koko dan sarungnya. Disitu ia melihat sudah banyak orang di ruang tamunya, tentunya mereka bukan tamu bapak atau ibunya budi. Disitu ia juga melihat ibunya menangis terisak isak dengan nafas yang sedikit ia tahan. Dan disitu pula lah ia melihat sesosok tubuh yang sudah terbaring kaku tak bernyawa menghadap kiblat dengan rupa yang sangat sangat ia kenali. Ya, itu adalah bapaknya budi.
     Lemas, gemetar, serta kaku ketika budi hendak menghampiri jasad sang bapak tercinta. Ketika itu juga, sontak mata budi langsung berkca kaca, dan dadanya seakan akan sesak untuk bernafas dan sulit untuk berbicara. Budi duduk lemas di sebelah ibunya dan ia tertunduk melihat jasad orang yang ia kagumi selama ini. Budi tertunduk lama sekali, tak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya, hanya tetesan air matalah yang menetes dari matanya jatuh mengenai sarung penutup jasad ayahnya. Tak tahu budi harus apa, ia berbalik dan memeluk sang ibu yang terisak isak itu. Mereka berpelukan erat, hal itu membuat semua orang yang ada disitu ikut menangis sedih. “bu, ibu yang sabar yah.” Keluar juga suara budi, ibu tidak menjawab. “bu, budi sudah ikhlas, budi sudah sabar bu.” Sambung budi, ibu tetap diam. “bu, maaf kan budi bu, budi minta maaf bu,ini tidak akan terjadi kalau saja budi tidak minta untuk melanjutkan kuliah bu. Ini salah budi bu, ini salah budi !” kali ini budi berbicara sambil terisak isak, tak kuat ia menahan perasaannya ini. “budi tidak salah, budi tidak perlu minta maaf sama ibu. Ini emang sudah takdir dari Allah swt nak.” Akhirnya ibu budi menjawab seraya memeluk anaknya itu, dan menghapus air mata anaknya. suasana haru begitu kental terjadi pada percakapan haru ibu dan anak ini. “tapi bu, bapak tidak bakal begini, kalau Budi tidak menuntut itu bu” sambung Budi yang tetap berada di pelukan ibunya dengan air mata yang terus membasahi wajah dan baju ibunya. “sudah Budi sudah… ini takdir. kamu tidak bisa menghindar dari takdir.” balas ibu sedih. “lagian bapak sama ibu ikhlas mau berjuang agar kamu bisa kuliah nak.” sambung ibu dan langsung terdiam seraya memeluk erat Budi. setelah lama mereka berpelukan karena kesedihan yang mendalam, akhirnya ibu menyuruh Budi untuk tidak menangis lagi dan menghapus air matanya. Ibu minta agar Budi tegar dan Ikhlas. “Budi anak laki laki, jadi harus kuat. Buat bapak bangga disana yah nak !” pinta ibu. Mendengar itu Budi hanya diam dengan air mata yang terus berjatuhan dari matanya, dia mengelengkan kepala, tak tahu dia apakah dia masih bisa membuat ayahnya bangga atau tidak, setelah ditinggal sang ayah untuk selama-lamanya.
     Malam sudah semakin larut, semakin banyak saja para tetangga datang untuk melayat, dan rencana besok pukul 8 pagi, jenazah bapaknya budi akan di kebumikan. Tak ada satupun pihak sekolah atau teman sekolahnya yang budi beri tahu akan berita duka cita ini, bahkan sekedar datang untuk memberi surat  ijin untuk tidak sekolah dihari itu saja budi malas. Rasanyapun ia sudah malas untuk bersekolah lagi. Sekarang baginya, bagaiman dia harus mencukupi kebutuhan hidupnya dengan ibunya. Bapaknya sudah tidak ada, baginya mau tidak mau dialah yang harus bekeja. 2 hari sudah budi tidak sekolah, hal itu membuat ibunya bingung. “bud, kamu kok tidak sekolah ?” Tanya ibu penasaran. “lagi tidak enak badan” jawab budi singkat sambil bergegas membawa goni kotor. “loh itu kamu mau kemana bawa-bawa goni segala, katanya kamu lagi gak enak badan ?” Tanya ibu lagi heran. “Budi mau mulung bu” jawab Budi seraya langsung pergi mulung. Hati ibu budi terenyuh dan sedih melihat anaknya seperti itu, ibu budi tahu kalau anaknya mempunyai kemauan yang besar untuk meraih cita-citanya, dia juga merasa bersalah, seharusnya budi harus tetap bersekolah dan biarlah aku (ibu budi) yang bekerja mengantikan bapaknya. Menjelang sore budi pulang dari aktifitas barunya sebagai “tulang punggung keluarga”. Melihat budi pulang, ibu hanya diam membisu di sudut dapur, budi bertanya kenapa ibunya seperti itu, ibu tidak menjawab, budi memberikan uang hasil mulungnya kepada ibu, ibu tetap diam. Budi menyerah, mereka terdiam lumayan cukup lama, sekitar 10 menit. “bud, ibu tahu kamu tidak sekolah hari ini bukan karena kamu tidak enak badan kan ? tapi karena kamu merasa kamu adalah tulang punggung keluarga sekarang kan ?” sergah ibu memecah suasana keheningan. ‘iya bu, aku mau membantu ibu, aku tak mau melihat ibu capek, apalagi sudah 1 bulan ini ibu kan sakit sakitan.” Jawab budi. “bud, insyaallah ibu masih sangup bekerja, ibu tidak mau kau lupa akan kewajibanmu (belajar) dan melupakan cita-cita mu nak. Jadi ibu mohon sama kamu, besok kamu sekolah, biar ibu yang mulung.” Kata ibu. “tapi bu…” jawab budi yang langsung dipotong ibu “tidak ada tapi tapi Bud. Katanya kamu mau membahagiakan ibu ? katanya kamu mau membuat ibu sama bapak bangga ? kau raih cita-citamu itulah yang membuat ibu bahagia.” jawab ibu tegas saraya ibu pergi ke kamarnya. Sontak Budi terdiam dengan kata kata ibu barusan. suasana jadi hening Budi rasa. Ibu berkata demikian, agar semangat Budi terlecut kembali. Ibu tidak ingin melihat anaknya kelak menjadi orang susah seperti orang tuanynya. Dan ternyata kata-kata ibu berhasil membuat Budi berpikir dua kali unutk berhenti sekolah.
________((((00….00))))________
     2 hari tidak masuk sekolah membuatnya malu ataupun merasa asing. Teman dekat budi yaitu boby melihat temannya memasuki lorong sekolah dengan tertunduk lesu. Boby tahu apa yang sedang dirasakan teman baiknya itu. Ya, boby sudah ditinggal papa nya 2 tahun yang lalu, akan tetapi boby jauh lebih beruntung, sebab papanya seorang DIRUT di perusahaan keluarganya yang bergerak di bidang property dan sekarang kakak laki-laki tertua boby lah yang melanjutkan usaha papanya itu, sedangkan budi apa yang hendak ia teruskan dari pekerjaan bapaknya, paling budi dan ibunya hanya diwariskan 3 kardus mie instan yang sudah basah terkena hujan.
     Hari pertama budi ke sekolah setelah “libur panjangnya” usai. Hari pertama sekolah pikiran budi memang sangat kacau, itu tergambar jelas diraut sang anak yang baru saja tertimpa musibah ini. hal itu pun tak luput dari perhatian sang wali kelas yang memang sangat memperhatikan murid-muridnya. Sang wali kelas bertanya kepada budi kenapa ia sering terdiam dan termenung belakangan ini. Awalnya budi enggan menjawab, tetapi tak   ada yang bisa menghalangi niat baik sesorang. Wali kelas terus memancing budi agar mau menceritakan hal yang terjadi padanya. Budi pun luluh dan akhirnya menceritakan semuanya kepada wali kelasnya. Panjang lebar Budi menjelaskan apa yang terjadi belakangan ini yang menimpa dirinya dan keluarganya kepada wali kelasnya. Mendengar cerita budi, membuat sang wali kelas tersentuh, juga membuatnya teringat kemasa yang sama dan dengan kejadian yang hampir sama pula. Sang wali kelaspun membagikan sedikit ceritanya kepada budi akan masa masa yang sama yang sempat ia alami kepada Budi. Budi pun terkejut mendengar bahwasanya wali kelasnya pernah mengalami hal yang sama. Sang wali kelas menambahkan bahwasanya dia menjadi seorang guru saat ini karena ia ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Dulu orang tuanya ingin melihat anaknya sukses bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi sukses untuk bisa bermanfaat buat orang lain. Wali kelas Budi ingin Budi tidak gampang menyerah dengan keadaan. Beliau berpesan, jadilah anak yang kuat, buatlah orang tuamau bangga dan bergunalah buat orang lain, itu yang terpenting.
“Berhenti berfikiran bahwa kamu tidak kuat, tidak sanggup menjalani dan lain sebagainya yang membuatmu putus asa bud !” tegas wali kelas kepada Budi.
“Insyallah, aku kuat pak, aku tegar menjalaninya” jawab Budi penuh asa.
“Kamu harus bud. Kamu ingat ibu kamu, kamu harus buat dia bahagia dan bangga bud !” tegas wali kelas lagi.
Budi terdiam sejenak mendengar perkataan sang wali kelas barusan, yah, dia ingat bahwa ia masih punya sosok seorang ibu yang harus dia sayangi, jaga dan membahagiakannya. Selama kepergian ayahnya Budi memang merasa seperti kehilangan arah dan tujuan hidup, seperti tidak mempunyai angan, harapan dan mimpi. Setelah mendengar perkataan sang wali kelas dia tersentak bahwa dia masih punya Ibu yang sangat ia sayangi. Disitu Budi berfikir untuk tetap harus belajar dan berusaha untuk meraih mimpi-miminya lagi agar dia bisa membahagiakan ibunya, karena itu juga merupakan pesan almarhum ayahnya.
“Pak, terimakasih untuk masukannya. Aku akan lebih giat lagi pak. Terimakasih pak.” jawab Budi sedikit terbata dan sedikit senyam-senyum lalu pergi meninggalkan sang wali kelas. Ia seperti merasa telah menemukan jalannya lagi. Sang wali kelas merasa sedikit aneh melihat tingkah Budi barusan, tapi dia merasa bersyukur akhirnya muridnya kembali bersemangat dan kembali menemukan jalannya kembali.
            Sesampainya di rumah Budi langsung menhampiri Ibunya yang sedang memasak di dapur. Budi memeluk ibunya dari belakang dan itu membuat ibunya terkejut. “Bu, Budi janji, Budi akan ngebahagiain ibu, Budi akan buat ibu bangga, Budi janji bu.” bisik Budi dengan halus yang membuat ibunya tersentuh. “kamu kenapa bud ? pulang-pulang kok ngomong gitu ?” Tanya ibu, ditanya ibu seperti itu, Budi hanya diam tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lalu masuk ke kamarnya. Ibu merasa aneh, sebab Budi pergi sekolah dengan muka lesuh tetapi pulang sekolah dengan muka bahagia. Tapi ibu bahgia melihat anaknya kembali tersenyum.
            Budi kembali bersemangat menjalni hari-harinya lagi. Ketita di berangkat sekolah dia sangat antusias begitupun ketika dia belajar, mengerjakan tugas-tugas bahkan ketika dia memulung dia melaluinya dengat semangat. Kini dia hanya berfikir bahwa mimpi dan semua harapnnya sudah sangat dekat dengannya, yah walaupun dia juga tak tahu kapan itu semua berhasil dia raih. Tapi dengan berfikiran seperti itu membuat dia semangat, membuat dia tidak malas-malasan dalam belajar, dia harus gigih karena kalau tidak seperti itu, mimpi akan tetap menjadi mimpi, harapan akan tetap menjadi harapan tidak akan pernah menjadi kenyataan.
________((((00….00))))________
            Ujian Nasional akhirnya datang, beruntung Budi masih bisa ikut ujian nasioanl, sebab Budi mendapatkan keringanan dari sekolah untuk biaya ujian dan lain sebagainya. Budi merasa bersyukur dan Budi tidak mau menyia-nyiakan itu semua. Dari rumah Budi sudah bangun lebih awal, dia tidak mau terlambat ikut ujian. Ibu budi sudah menyiapkan sarapan untuk anaknya.
“Bud ayo sarapan dulu, biar nanti kamu gag kelaperan pas ujian.” suruh ibu.
“iya bu.” jawab Budi. Budi sarapan denga lahap, walaupun sarapan dengan hanya nasi dan tempe goring saja tetapi dia tetap melahpnya dengan lahap, dia tidak mau menyisakannya atau bahkan tidak memakannya, Karena itu akan membuat hati ibunya sakit. Dia tidak mau menyakiti hati ibunya, baginya orang tua adalah hal yang sangat sakral.
“Bu, Budi pergi sekolah dulu ya, Budi minta restu bu, doain Budi semoga Budi bisa mengikuti ujian dengan baik dan tidak mengecewakan ibu.” pamit Budi kepada ibu sambil mencium tangan ibunya.
“Restu ibu selalu menyertai kamu nak, ibu juga selalu berdoa untuk kamu. Kamu jangan takut, ibu yakin kamu bisa menjawab semua soal-soal itu, ibu yakin itu nak.” jawab ibu sambil terharu.
“Budi pergi yah bu. assalamualaikum” pamit Budi seraya pergi dan terseyum kepada ibunya. Ibu Budi bangga sama anaknya, dia bersyukur dikaruniai anak seperti Budi, anak yang tidak mudah menyerah, anak yang berubah dan anak yang santun dan patuh kepada orang tua dan agamanya.
            Semua siswa sudah duduk di kursinya masing, jam sudah menunjukan pukul 9 pagi saatnya para pengawas memasuki kelas. Semua siswa deg-degan tak terkecuali Budi, jantung seperti berdetak dua kali lebih cepat, mereka melihat kearah amplom yang berisi lembar soal yang dibawakn sang pengawas, pikiran mereka campur aduk, ada yang takut, panic, deg-degan dan lain sebagainya.
“Bud, kok aku jadi kepingin pipis ya. deg-degan aku nih bud.” kelakar Bobby kepada Budi sambil mereka berdua tertawa cekikikan.
“mohon suaranya.” seru pengawas, yang membuat Budi dan Bobby terdiam.
            Ujianpun dimulai, sebelum memulai ujian, Budi menyempatkan diri untuk berdoa, dia memohon kelancaran dan bisa menjawab semua soal dengan baik dari sang pencipta. Budi membuka lembar soal dan mulai membaca soalnya satu persatu, Budi menarik nafas dia merasa lega, karena soal yang di abaca itu hampir keseluruhan yang ia pelajari di sekolah maupun di rumah. Budi merasa yakin, dan dia akhirnya menjawab semua soal dengan penuh keyakinan. Budi tidak megikuti jejak teman-temannya yang kebanyakan membeli kunci jawaban. Baginya hal seperti itu tidak murni dan tidak baik, ayahnya Budi berpesan untuk tidak melakukan hal yang dibenci oleh Allah swt. lagian Budi juga tidak punya uang untuk membeli itu, kalaupun punya uang Budi juga tidak akan membeli yang begituan, Budi percaya dengan kemampuannya. Akhirnya Budi kelar menjawab semua soal, dengan yakin dan bangga Budi langsung memberikan lembar jawabannya kepada pengawas, padahal waktu ujian belum usai. semua teman-teman Budi terkejut melihatnya, mereka berbisik-bisik melihat Budi yang selesai menjawab sebelum waktu ujian selesai, termasuk Bobby.
“Bud, cepat banget kamu ? akh parah gak nunggu-nuggu.” seru Bobby pelan agar tidak terdengar pengawas. Budi hanya terseyum saja kepada Bobby. Begitu seterusnya, untuk mata pelajaran yang lain Budi puun bisa menjawabbya samapai pada hari terakhir ujian. Budi bersyukur, sepertinya usaha dan pengorbanannya dalam belajar selama ini tidak sia-sia. Dalam hati Budi berkata.
            Dirumah, Budi berterimakasih sama ibunya, karena ibu telah mendoakannya sehingga Budi bisa melewati ujian nasional dengan baik.
“bu, terimakasih ya, karena ibu Budi bisa menjawab soal-soal dengan lancer bu.” kata Budi.
“iya sama-sama bud. Tapi itu bukan Cuma karena ibu, itu semua karena Allah.” jawab ibu bahagia.
“iya bu.” jawab Budi dengan penuh kebahagiaan. Budi juga memberitahu kepada ibunya kalau mulai besok Budi sudah tidak sekolah lagi, dia hanya tinggal menunggu kelulusan saja. Selama Budi tidak sekolah, Budi memulung satu harian, dia merasa senang bisa membantu ibunya, apalagi ibunya saat ini sedang sakit-sakitan, jadi dia merasa iba kalau ibunya yang harus bekerja. Sebelumya Budi sudah memberi tahu ibunya kalau Budi saat-saat ini sedang dianjurkan wali kelasnya untuk mencari beasiswa kuliah s1 di Amerika seperti cita-citnya. Budi berpesan kepada ibunya untuk tidak gelisah kalau Budi selalu pulang malam saat mulung, itu karena Budi sebelum pulang selalu mampir di warnet untuk mencara-cari informasi tentang beasiswa, ibu Budi pun tidak masalah akan hal itu, selama Budi tidak berbuat yang aneh-aneh ibunya tidak masalah, malahan dia bersyukur anaknya punya kegigihan yang besar dalam meraih mimpi-mimpinya. Bolak-balik Budi anatara mulung dan ke warnet, namun belum membuahkan hasil, sampai pada suata saat wali kelas Budi datang kerumah Budi untuk memberi tahu satu hal, dan Budi kaget mendengarnya. Hal tersebut adalah informasi beasiswa S1 di California University, Budi senang bukan kepalang. Sekarang Budi hanya tinggal mengikuti langkah-langkah yang diberi tahu oleh sang wali kelas.
            Budi sudah menyiapkan semua berkas yang diperlukan, termasuk hasil tes toefel yang pernah ia ikuti. Budi sibuk, dia harus kesan kemari untuk melengkapi berkas-berkasnya itu, walupun lelah tapi dia melaluinya dengan semangat. Ibu Budi yang meilahat itu  sangat terharu atas semangat sang anak yang mengebu-gebu, dia berdoa semoga Budi bisa meraih apa yang ia inginkan. Budi sudah siap mengirim semua berkas-berkasnya sesuai instruksi wali kelasnya, dan setelah berkas-berkanya terkirim Budi hanya tinggal menunggu hasilnya selama 3 bulan. Budi merasa 3 bulan waktu yang sangat lama, dia sudah sangat mengebu-gebu tetapi di harus sabar. Selama menunggu hasil dari beasiswa yang ia ikuti dia tetap harus mulung demi membuat dapur sang ibu tetap mengepul. Tak lupa Budi selalu shalat, berdoa, belajar dan mohon restu dari sang ibu, setiap hari Budi lakukan hal itu.
            Tak terasa sebulan sudah Budi menunggu hasil kelulusannya dan hari ini adalah pengumumannya. Semalaman Budi tidak bisa tidur memikirkannya, Budi berharap mendapatkan hasil yang terbaik. Lagi-lagi sebelum berangkan sekolah Budi meminta doa dan restu dari ibunya, karena doa dan restu orang tua adalah izin Allah. Tanpa dimita Budi seperti itu, Ibu Budi selalu mendoakan anaknya itu. Sampailah Budi di sekolah, di sekolah sudah ramai rupanya, memang jam sudah menujukan pukul 8 pagi dan sebentar lagi pengumuman akan dimulai. Bel pertanda masuk pun berbunyi, semua siswa kelas 3 dikumpulkan di lapangan sekolah yang cukup besar. Disitu mereka mendengar kata sambutan dari ketua yayasan,  pidato dari kepala sekolah dan lain sebagainya, sampai tiba saatnya pengumuman, semua siswa terdiam, deg-degan, takut mendengar hasil kelulusan termasuk Budi. Sang kepala sekolah menumunkan hasil kelulusan dengan terbata-bata, semakin membuat semua siswa deg-degan, sampai akhirnya kepala sekolah berkata bahwa semua siswa tahun ini LULUS semua, sontak semua siswa yang mendengar kabar gembira itu langsuk berteriak kegirangan, suasana ricuh dengan kebahgiaan, ada yang tertawa-tawa sama temannya ada yang masih tak percaya, ada yang menangis bahagia seperti Budi. Budi tak percaya kalau dia bisa lulus, dia masih tak percaya. Belum usai siswa kegirangan, kepala sekolah menyuruh mereka diam, karena kepala sekolah ingin mengumunkan 3 juara umum di sekolah tersebut. Semua siswa terdiam lagi menunggu pengumuman tersebut. Budi tidak berfikir untuk bisa menjadi juara umum, bisa lulus saja dia suadah merasa cukup, namun kenyataan berkata lain, nama Budi dipanggil ke tengah lapangan karena dia menjadi juara 2 umum di sekolah tersebut, sontak Budi terkejut dan semakin tak percaya, dia berjalan menuju ke tengah lapangan sambil melihat sekitar, dimana orang-orang tersenyum dam memberinya tepuk tangan, dia tidak bisa berkata apa-apa. Sang wali kelas yang meilahat Budi dari kejauhan sangat bangga akan anak didiknya itu, dia tersenyum puas melihat Budi ada di tengah-tengah lapangan. Banyak yang memberi selamat kepada Budi usai acara tersebut, tak terkecuali sang wali kelas yang begitu bangga kepada Budi, Budi pun berterimakaish kepada wali kelasnya yang selama ini bukan hanya memberinya ilmu tetapi pandangan-pandagan hidup yang membuatnya kembali bersemangat. Sahabat Budi pun juga memberi selamat, yah si Bobby.
“Bud, selamat yah. ciyeee juara 2 umum nih sekarang. yey makan-makan lah kita ya ?” Tanya Bobby dengan kelakarnya itu.
“makasih ya Bob. iya kita makan-makan, makan-makan di rumah masing-masing.” ejek Budi ke Bobby yng dibarengi tawa oleh mereka berdua.
“kapan yah aku bisa kayak kamu Bud ?” Tanya Bobby polos yang ditimpal Budi dengan senyuman dan kata-kata “makanya belajar, jangan nongkrong terus”. lalu mereka tertawa lagi.
            Sampainya di rumah Budi langsung sujud syukur dan langsung sujud di telapk kaki ibunya, itu merupan rasa syukur Budi atas ya ia capai hari ini. Baginya hari ini sungguh luar biasa. Ibu budi awalnya terkejut dengan apa yang Budi laukakan, namun Budi memberitahu kepada Ibunya kalau dia lulus dan sekaligus mendapat juara 2 umum di sekolah. Kabar itu membuat ibu Budi lemas tak percaya namun dia juga Bahagia mendengar kabar itu, sangat bahagia malah. Ibu Budi pun ikut sujud syukur, dia tak menyangka anaknya akan mendapat predikat juara 2 umum, sama sekali tak menyangka. Ibu Budi dan Budi sangat bahagia sekali hari itu. Setelah hari itu, Budi semakin percaya diri saja dalam menjalani hidup, dia semakin percaya mimpi-mimpinya sudah semakin dekat. Ditenah-tengah mulungnya hari itu, Budi menyempatkan diri melihat langit yang saat itu sedang cerah, enatah kenapa hari itu dia rindu sama ayahanya, rindu sekali, dia beristirahat sejenak, lalu dia berkata dalam hati “yah, Budi sekarang udah lulus SMA yah, sekarang Budi lagi nunggu hasil tes beasiswa Budi ke Amerika yah, Ayah bangga gak sama Budi ? Budi udah buat ayah bangga gak diatas sana yah ? Budi sama ibu lagi bahagia yah, Budi berharap ayah juga bahagia ya yah yah disana.” Budi terseyum tegar dengan air mata yang membendung di matannya dan tak bisa terbendung lagi dan akirnya jatuh. “Budi rindu ayah” kata Budi lagi dalam hati, yang semakin membuatnya meneteskan air mata, tetapi Budi sudah tegar dan ikhlas dia hanya rindu saja terhadap ayahnya. Tak mau berlarut-larut Budi memutuskan untuk kembali memulung sampah.
            Besok adalah pengumuman beasiswa kuliah Budi di Amerika. Tak lupa malam ini Budi Berdoa lebih khusuk, dia juga tak mau terlambat shalat tahajud. Budi berdoa agar dia bisa lulus, dia ingin meraih mimpinya, dia ingin membuat ibunya bahagia dan bangga dia juga ingin memenuhi pesan almarhum ayahnya, tanpa sadarb dia berdoa sampai lewat tengah malam. Ditengah-tengah berdoa Budi mendegar suara batukan yang cukup kuat dari dalam kamar ibunya, Budi langsung menhampiri ibunya yang sedang terbatuk-batuk.
“bu, ibu udah minum obat ?” Tanya Budi panik.
“udah Bud” jawab ibu lemas.
“tapi kok batuk ibu gak berhenti-berhenti ?” Budi cemas melihat ibunya yang batu-batuk terus.
“udah Bud, ibu gak apa-apa. Ibu mau shalat tahajud dulu ya.” kata ibu bergegas ke kamar mandi untuk ambil wudhu, seraya meninggalkan Budi. Budi hanya terdiam cemas melihat ibunya itu. Namun melihat ibunya yang tetap kuat menjalani shalat tahajud membuat hati dan pikiran Budi sedikit legah. Dalam hati Budi berdoa semoga ibunya selalu diberi kesehatan dan lindungan dari Allah swt.
            Malam telah berganti menjadi pagi, Budi sudah tidak sabar untuk melihat hasil tesnya di warnet, namun hasrat Budi masih kalah sama si empunya warnet yang masih betah tidur walau matahari sudah tinggi, yah Budi harus bersabar menunggu sampai warnetnya buka.
“kok udah pulang Bud ? gimana hasilnya ?” Tanya ibu ke Budi sambil diselangi batuk.
“belum  buka warnetnya bu. Ibu udah minum obat ?” jelas Budi sambil Tanya balik ke ibu.
“udah bud.” jawab ibu.
“Budi kayaknya harus bawa ibu ke puskesmas, penyakit ibu makin parah nih bu.” kata Budi yang lalu ditolak Ibu, karena ibu merasa dirinya baik-baik saja, lagian kalau Budi mau bawa Ibu ke puskesmas, Ibu tak tahu dapat uang dari mana untuk bisa bayar puskesmas dan nebus obat. Budi yang mendengar alasan ibu pun hanya bisa diam dan pasrah, Budi sadar mereka saat ini memang tidak ada simpanan sama sekali. Akhirnya Budi hanya memberi ibunya air hangat saja untuk diminum.
            Matahari sudah semakin tinggi, itu artinya warnet dekat rumah Budi pasti sudah buka. Dengan hanya mengandalkan uang dua ribu rupiah, Budi berharap bisa melihat hasil tesnya dan dia juga berharap lebih dari hasil tesnya. Sebelum berangkat ke warnet, Budi menyempatkan diri mencium tangan ibunya seraya meminta doa kepada sang ibu agar hasilnya nanti bisa memuaskan. Sang ibu yang sedang terbaring sakit hanya bisa tersenyum sambil mengelus rambut Budi, sambil terbatuk-batuk ibu mendoakan Budi di dalam hatinya, ia berdoa semoga anaknya bisa meraih impiannya. Budi yang melihat sang ibu sedang sakit, apalagi batuk yang tidak berkesudahan membuat hatinya tidak enak kalau meninggalkan ibunya walau hanya sebentar, namun Ibu meyakinkan Budi kalau ibu baik-baik saja. Dengan berat hati akhirnya Budi pergi ke warnet dan berjanji akan segera pulang jikalau Budi sudah melihat hasil tesnya. Sekali lagi sebelum berangkat Budi berkata “Bu, doain Budi ya bu.” kata Budi lirih kepada yang hanya dijawab ibu dengan gelengan kepala dan senyum tulus di wajahnya.
            Sesampainya di warnet Budi langsung menambil computer yang kosong, dia langsung duduk disitu. Sangkin berhasratnya Budi samapi-sampai membuat tangan dan jarinya gemetaran saat mengetik nama website universitas yang ia tuju, tak sabar ia melihat hasilnya. Website tersebut telah terbuka, namun Budi harus mencari namanya dahulu, disitu terdapat ratusan bahkan ribuan nama pesert calon penerima beasiswa salah satu kampus di Amerika tersebut. Budi harus mencari namanya diantara nama-nama yang ada, dengan teliti dan rasa tak sabaran Budi mencari namanya, satu persatu ia lihat nama-nama yang ada. Diantara nama-nama tersebut ada banyak yang lulus da nada banyak pula yang tak lulus, melihat hal itu membuat hati Budi dag dig dug. Samapi pada akhirnya Budi menemukan namanya, Budi deg-degan tangannya semakin gemetaran, Budi mencoba untuk tetap tenang, dia melihat dengan seksama tulisan-tulisan berbahasa Inggris yang tertara disitu, sampai pada akhirnya Budi membaca salah satu tulisan berbahsa Inggris yang menyebutkan kalau Budi lulus. Membaca itu Budi terdiam sejenak, dia tak percaya. Untuk lebih meyakinkan lagi, Budi membuka namanya secara utuh agar lebih meyakinkannya lagi. Sekali lagi Budi membaca kata itu lagi, Budi terdiam tak percaya dengan apa yang ia lihat. Jantung Budi berdetak lebih cepat, namun  nafas Budi seolah-olah melamban, dalam hati Budi berkata “ya Allah apa ini benar ? ya Allah apa aku diterima ?” Budi masih tak percaya, lama ia terpaku melihat layar computer itu, sampai akhirnya dia tersadar dan refleks Budi berkata sambil berteriak “yah, aku diterima, memang aku diterima. Alhamdulillah ya Allah….”. Beberapa pengunjung warnet yang ada pada saat itu bingung melihat tingkah Budi yang berteriak kegirangan, dilihat seperti itu Budi tidak ambil pusing, dia langsung mencetak surat dari website tersebut sebagai bukti kepada ibunya. Budi sudah tak sabar untuk langsung pulang menemui Ibunya untuk memberitahukan kabar mengejutkan sekalian membehagiakan ini. Setelah membayar uang warnetnya denga uang dua ribu rupiah yang ia genggam, Budi langsung berlari menuju rumahnya. Disepanjang lari menuju rumahnya tak henti-hentinya Budi bersyukur, dijalan Budi juga bernazar, ketika dia sudah di rumah, dia akan langsung membasuh telapak kaki ibunya dan bersujud di bawah kaki ibunya, seraya bersyukur. Namun aneh, saat Budi sedang berlalari menuju rumahnya, beberapa kali Budi melihat orang dengan wajah sendu yang keluar dari arah gang rumahnya, namun hal itu tak begitu dihiraukan Budi, sampai pada Budi tiba di depan rumahnya dan melihat di rumahnya ramai sekali para tetangga yang datang ke rumahnya dengan wajah-wajah yang sedih dan sendu, dia juga melihat ada bendera kuning yang digantung di pohon yang ada di halamnnya. Yang semula Budi kegirangan akan hasil tes beasiswanya, dia mendadak jadi diam membisu dan bingung. Para tetangga yang melihat Budi datang, langsung menghampiri Budi, mengelus-elus pundak dan rambut Budi sambil berkata “Budi, kamu yang sabar ya nak, kamu yang tegar ya nak. Bapak tahu ini semua berat buat kamu bud. Semoga kamu ikhlas Bud.” mendengar seperti itu Budi semakin heran dan dia langsung masuk kerumahnya sambil mengucapkan salam, namun sebelum salam yang dilontarkannya usai Budi shok melihat ada sesosok jasad terbaring kaku yang sudah ditutupi kain. Melihat itu Budi langsung menghampiri jasad tersebut dan menyingkap kain penutupnya, betapa terkejutnya Budi melihat jasad itu adalah jasad ibunya sontak Budi berteriak “IBUUUU………” “IBUUUU…….” “IBUUU………..” “jangan tinggalin Budi bu. Ibuu….” sambil menangis terisak-isak Budi tidak bisa menyembunyikan persaan sedih didepan para tetangganya. Budi berteriak dan menangis sejadi-jadinya, hal itu membuat para tetangga yang datang tak bisa menahan air mata mereka, banyak para tetannga yang ikut nangis menyaksikan momen haru tersebut. Sebagian para tetangga khususnya yang ibu-ibu berusaha untuk menenangkan Budi, namun rasa sedih Budi yang mendalam membuat mereka juga ikut sedih. Budi tak percaya ibunya pergi meninggalkan dia, Budi mencoba untuk membangunkan ibunya walaupun itu mustahil. Budi membuka lembar hasil tes beasiswanya kepada jasad sang ibu, dengan percakapan yang penuh haru, Budi solah-olah bercerita ke Ibunya.
“Bu, lihat nih bu, Budi lulus bu. Budi lulus kuliah ke Amerika bu. Bu lihat nih bu, lihat.” kata Budi dengan air mata yang terus bergelinangan.
“Bu, ibu nanti ikut Budi ke Amerika ya, ibu bantuin pendaftaran Budi disana bu, ya bu ya.” isak Budi lagi yang tak kuat menahan sedihnya.
“Ibu, ibu bangunlah bu, Ibu gak mau lihat hasil tes Budi bu ? ibu gak bangga sama Budi bu ? Budi buat ini biar Budi bisa banggain Ibu bu, biar Budi bisa bahagiaan ibu bu, kan Budi udah janji bu. Ibu bangunlah, Ibu tega ningglin Budi sendirin bu ? Budi gak ada teman lagi bu. bu.. bu…” mohon dan melas Budi sambil tetap terisak yang juga membuat para tetangga yang melihatnya pada nangis terisak juga. Tak tahan menerima cobaan ini, Budi pun pingsan tak sadarkan diri, melihat itu para tetangga panic dan langsung membawa Budi ke kamar untuk menyadarkannya, segala upaya dilakukan para tetangga agar Budi bisa sadar, sampai akhirnya Budi pun sadar juga. Begitu sadar Budi langsung bertanya mana ibunya, pak RT yang saat itu ada disisi Budi langsung memeberitahu Budi kalau Ibunya sudah pergi untuk selamanya-lamanya, Budi pun teringat kembali dan dia pun menangis lagi, namun kali ini dia hanya nangis tanmpa bersuara seperti pertama kali ia melihat jasad ibunya. Melihat Budi yang terus-terusan menangis, pak RT mencoba untuk membuat Budi tenang. Pak RT menyuruh Budi untuk mengikhlaskan ini semua, dia juga harus tegar, ditinggal ibu bukan berarti hidup kita hancur. Mendapat saran seperti itu, saat ini Budi hanya bisa merespon dengan air mata yang terus keluar dan badan yang lemas karena energy sudah terkuras semua menjadi emosi sedih yang mendalam.
            Budi melangkahkan kakinya keluar kamar menuju ke samping jasad Ibunya, ia ingin berada di samping ibunya untuk saat-saat terkahir. Melihat jasad ibunya, kembali air mata Budi pecah, Budi pun menangis kembali tapi dengan tidak bersuara, rupanya Budi sudah mencoba untuk ikhlas walaupun belum sepenuhnya ia ikhlas. Dia berdoa di samping jasad ibunya, dia berdoa semoga sang ibu bisa mendapatkan tempat yang baik disisi Allah swt. dia berharap semoga ibunya dijauhkan dari siksa api neraka. ketika Budi sedang berdoa untuk ibunya, salah satu tetangga menghampiri Budi, memberitahukannya bahwa ada temannya yang datang. Budi bergegas keluar rumah untuk melihat siapa temannya itu, ketika sudah diluar Budi melihat sahabta karibnya si Booby datang dengan mamahnya untuk melayat. Budi tidak bisa membendung rasa sedih dan air mata di depan sahabatnya itu, melihat Budi yang sedih seperti itu sang sahabat datang mengahampiri Budi dan langsung memeluk erat Budi. Booby tahu, Budi sedang membutuhkan tempat untuk bersandar dan menumpahkan rasa sedihnya. Tak ayal air mata pun pecah dari mata Budi lagi, dia menangis segugukan di bahu sahabatnya itu. Lama ia menangis di bahu sahabtanya itu, melihat Budi yang terpukul seperti itu membuat Bobby yang notabennya seorang yang periang tiba-tiba menumpahkan air matanya juga, dia tak tahan melihat penderitaan yang dialami sahabtanya itu, dia ikut menangis bersama Budi. Sambil mennagis Bobby membisikan kepada Budi untuk tetap tegar, sabar dan ikhlas. Mamah Bobby yang meilahat kesedihan di depannya membuatnya ikut menangis dan langsung menghampiri Budi dan memluknya seraya berkata “kamu yang sabar ya nak yah, ini memeang berat, tante tahu itu. tapi kamu harus kuat, tante yakin, ibu kamu disana pasti gak mau lihat kamu nangis terus. sabar, ikhlasin yah.” sambil mengusap air mata di wajah Budi, sekali lagi Budi memeluk mamahnya Bobby dan berkata “terimakasih tante” lalu segugukan kembali.
            Hari sudah semakim sore, para peayat banyak yang berdatangan da nada juga yang berpulangan. Bobby dan mamahnya pamit untuk pulang, sekali lagi Bobby dan mamahnya mencoba membuat Budi untuk tetap kuat, sabar, dan ikhlas menerima ini semua. Budi hanya bisa menngangguk sambil mengucapkan terimakasih ke sahabat dan mamah sahabatnya itu. Malam hari para pelayat semakin banyak yang datang, termasuk wali kelas Budi, Dihampiri sang wali kelas, kesedihan Budi timbul lagi, namun kali ini Budi sudah mulai ikhlas dan tegar menerima ini semua, terbukti dia sanggup menahan air matanya untuk tidak jatuh lagi. Sang wali kelas berkata kepada Budi untuk tetap kuat, untuk tetap membahagiakan orangtuanya, untuk tetap meraih mimpi-mimpinya. Wali kelas Budi berkata demikain karena beliau tahu Budi lulus beasiswa ke Amerika itu, jadi sang Wali kelas berusaha untuk membuat budi tetap bersemangat meraih mimpi walau sudah ditinggal kedua orngtuanya yang sangat ia sayangi. Malam semakin larut, para pelayanpun hanya tinggal beberapa saja, Budi menyempatkan diri untuk Shalat Isya, didalam shalatnya Budi tak sanggup menahan air matanya, air mata Budi mengalir ditengah-tengah shalatnya. Selesai shalat Budi berdoa, Budi berdoa semoga orangtuanya dijauhkan dari siksa neraka dan mendapatkan tempat yang baik disisi Allah. di juga berdoa kenapa semua ini harus terjadi padanya, “ya Allah, kenapa semua ini terjadi padaku ? aku belum sempat membuat kedua orang tuaku bangga dan bahagia ya Allah. Harus kan aku ya Allah yang meneri cobaan seperti ini ? haruskah aku ya Allah ?” doa Budi dalam hati, dia juga meminta agar Allah senantiasa membuatnya tegar, sabar dan iklhas mengahdapi ini semua.
            Pagi hari sekitar pukul 9 pagi Budi dan para pelayat sudah berkumpul di kuburan yang akan menjadi kuburan ibunya Budi, disitu juga hadir teman sekolah Budi termasuk Bobby dan juga wali kelas Budi. Budi diberi kesempatan untuk adzan di kuburan ibunya dan juga Budi diberi kesempatan untuk melihat ibunya yang terakhir kali. Tak bisa Budi membendung air matanya, Budi menangis kembali, walaupun dia sudah ikhlas namun teteap saja ketiaka dia melihat wajah sang ibu, kesedihannya tak bisa ditutupi. Banyak para pelayat yang juga ikut nangis termasuk Bobby, namun Bobby seberusaha mungkin untuk tidak terlihat menangis didepan orang-orang, walaupun mata hidungnya sudaah memerah karena usapan-usapannya. Almarhumah sudah dikubur, Budi dan yang lainnya pun berdoa yang dipimpin oleh pak ustadz. Selesai berdoa semua pelayat pamit untuk pulang termasuk teman-teman sekolah Budi. Tinggallah Budi dan Bobby saja disitu, Budi tertudntuk di kuburan sang ibu, ia termenung, Bobby yang meilhat itu hanya bisa ikut sedih. Bobby menghampiri Budi membujuk Budi agar mau pulang, namun rupanya Budi tak menolak, dia tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, dia yakin kalau ibunya tidak akan tenang disana kalau dia bersedih terus. Sesampainya di rumah, Budi terduduk diam di kursi yang biasanya Ibunya dudukin pas di depan pintu kamar ibu. Bobby mengambilkan Budi segelas air putih, Budi pun meminumnya dengan sekali tegukan, rupa-rupanya kesedihan yang mendalam itu membut Budi lupa minum.
________((((00….00))))________

            Setelah seminggu berlalu atas kepergian ibunya Budi tiba-tiba teringat sama beasiswa kuliah di Amerika yang diterimanya, Budi mencari-cari kertas hasil cetakan tes beasiswanya, setelah mendapatkannya Budi membaca kalau batas pendaftaran ulang tinggl 2 hari lagi, Budi pun langsung bergegas menuju warnet untuk melakukan pendaftaran ualang. Awalnya Budi sudah tidak semangat unutk kuliah lagi, baginya untuk apa dia kulih kalau sudah tidak ada orang yang akan dia bahagiakan dan dia buat bangga. Namun itu semua ditepis ketika Budi mengingat pesan ayahnya dan saran dari sang wali kelas, dia ingat bahwa ayahnya berpesan, untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain, itu membuatnya tertampar seketika di dalam keengganannya untuk kuliah lagi, akhirnya Budi semangat untuk kuliah lagi, yah dia ingin membuat kedua orang tuanya bangga di atas sana, dia juga tak ingin membuat orang-orang yang sudah mendukungnya selama ini kecewa dan dia juga ingin memenuhi pesan sang ayah untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain, agama dan bangsa.
            Tanggal 5 bulan 5 akhirnya Budi berangkat ke Amerika dengan biaya yang tentunya dari beasiswanya tersebut. Budi lulus dijurusan kedokteran di California University. Budi tak mau menyia-nyiakan kesempatannya itu, ia juga merasa sedang mengemban beban berat, beban menjadi mahasiswa luar yang mendapat beasiswa, dimana mahasiswa luar yang mendapat beasiswa terkenal akan kecerdasan dan kegigihannya dalam belajar, jadi Budi gak mau kalau predikat itu tercireng karenanya.
            Amerika merupakan dengan pergaulan remajanya yang sangat bebas, namun Budi tipe anak yang memikirkan dampak kedepannya atas apa yang ia lakukan pada hari ini, jadi Budi tipe anak yang tidak mudah terpengaruh oleh apapun, terutama hal-hal yang tidak baik. Budi tahu kalu Negara Paman Sam ini terkenal akan kebesannya, makanya sebelum berangkat Budi sudah meyakinkan diri unutk tidak terpengaruh akan hal-hal negatif dan tetap fokus untuk mengejar ilmu.
            Empat tahun sudah Budi kuliah di Amerika, sedih, sengsara, bahagia sudah Budi lewati selama belajar disana, sampai akhirnya Budi pun lulus dengan predikat salah satu mahasiswa terbaik di California University. Begitu lulus, banyak tawaran kerja yang berdatangan kepada Budi, beberapa rumah sakit ternama sudah meminta Budi bekerja di rumah sakit mereka, namun Budi menolak itu semua, bukan karena Budi sombong, melainkan Budi ingin pulang ke Indonesia untuk bisa berguna dan membantu orang-orang Indonesia yang susah menjangkau dokter. Budi pun pulang ke Indonesia dengan perasaan legah dan bahagia. Sesampainya di derah rumahnya Budi langsung membuka klinik gratis unutk warga yang ada disekitar rumahnya, Budi pun juga mengdakan penyuluhan-punyulahan gratis lingkungan rumahnya, awalnya hanya sampai situ saja, namun lama-kelamaan Budi ingin memberi pengobatan dan penyuluhan keseluruh derah-daerah yang kurang terjangkau oleh medis, dan akhirnya cita-cita Budi itu pun tercapa berkat dukungan dari pemerintah. Kini Budi bekerja bukan sebagai dokter professional di rumah sakit saja, melainkan dia menjadi dokter keliling, yah keliling daerah pedalaman demi memberi bantuan medis bagi warga Negara Indonesia yang membutuhkannya.
            Setelah semua apa yang ia capai, Budi berkata dalam hatinya “yah, bu, Budi memang belum bisa membhagiakan ayah sama ibu, tapi Budi sudah bisa membuat senyuman-senyuman kecil diwajah mereka yah, bu. Paling tidak Budi sudah memenuhi pesan-pesan dari ayah sama ibu. Budi harap ayah sama ibu juga terseyum ya disana”. Dishalat dan doanya Budi selalu bersyukur akan apa yang udah ia raih selama ini. Baginya saat-saat susah dahulu adalah saat-saat dimana dia belajar juga, belajar untuk mencoba tetap tegar, kuat dan ikhlas dalam menghadapi situasi apapun didalam kehidupan, hal itu yang kelak meciptakan pribadinya yang sekarang. SEKIAN !

TERIMAKSIH





Tidak ada komentar:

Posting Komentar